RINGKASAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN
Pengertian sosiologi pendidikan
Sosiologi pendidikan terdiri dari dua kata, sosiologi dan
pendidikan. Kedua istilah ini dari segi etimologi tentu saja berbeda maksudnya,
namun dalam sejarah hidup dan kehidupan serta budaya manusia, kedua ini menjadi
satu kesatuan yang terpisahkan. Terutama dalam system memberdayakan manusia,
dimana sampai saat ini memanfaatkan pendidikan sebagai instrument pemberdayaan
tersebut
Beberapa pemikiran pakar mengenai sosiologi pendidikan
yang dikemukakan oleh Ahmadi (1991). Menurut George Payne, yang kerap disebut
sebagai bapak sosiologi pendidikan, mengemukakan secara konsepsional yang
dimaksud dengan sosiolgi pendidikan adalah by educational sosiologi we
the science whith desribes andexlains the institution, social group, and social
processes, that is the spcial relationships in which or through which the
individual gains and organizes experiences”. Payne menegaskan bahwa,
di dalam lembaga-lembaga, kelompok-kelompok social, proses social, terdapatlah
apa yang yang dinamakan social itu individu memproleh dan mengorganisir
pengalamannya-pengalamannya. Inilah yang merupaka asepek-aspek atau
prinsip-prinsip sosiologisnya.
Charles A. Ellwood mengemukakan bahwa Education Sosiologi
is the sciense aims to reveld the connetion at all points between the cdukative
process and the social, sosiologi pendidikan adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari menuju untuk melahirkan maksud hubungan-hubungan antara semua
pokok-pokok masalah antara proses pendidikan dan proses social.
Menurut E.B Reuter, sosiologi pendidikan mempunyai
kewajiban untuk menganalisa evolusi dari lembaga-lembaga pendidikan dalam
hubungannya dengan perkembangan manusia, dan dibatasi oleh pengaruh-pengaruh
dari lembaga pendidikan yang menentukan kepribadian social dari tiap-tiap
individu. Jadi perinsipnya antara individu dengan lembaga-lembaga social itu
selalu saling pengaruh mempengaruhi (process social interaction).
F.G Robbins dan Brown mengemukakan bahwa sosiologi
pendidikan adalah ilmu yang membicarakan dan menjelaskan hubungan-hubungan
social yang mempengaruhi individu untuk mendapatkan serta mengorganisasi
pengalamannya. Sosiologi pendidikan mempelajari kelakukan social serta
perinsip-perinsip untuk mengontrolnya.
E.G Payne secara spesifik memandang sosiolgi pendidikan
sebagai studi yang konfrenhensif tentang segala aspek pendidikan dari segi ilmu
yang diterapkan. Bagi Payne sosiologi pendidikan tidak hanya meliputi segala
sesuatu dalam bidang sosiologi yang dapat dikenakan analisis sosiologis. Tujuan
utamanya ialah memberikan guru-guru, para peneliti dan orang lain yang menaruh
perhatian akan pendidikan latihan yang serasi dan efektif dalam sosiologi yang
dapat memberikan sumbangannya kepada pemahaman yang lebih mendalam tentang
pendidikan
(Nasution 1999:4)
Menurut Dictionary of Socialogy, sosiologi
pendidikan ialah sosiologi yang diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah
pendidikan yang fundamental.
Menurut Prof. DR.S.Nasution. Sosiologi pendidikan ialah
ilmu yang berusaha untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan
untuk mengembangkan kepribadian individu agar lebih baik.
Menurut F.G. Robbins, Sosiologi pendidikan adalah
sosiologi khusus yang bertugas menyelidiki struktur dan dinamika proses
pendidika.
Menurut penulis, Sosiologi pendidikan ialah ilmu
pengetahuan yang berusaha memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan analisis
atau pendekatan sosiologis.
Dengan berbagai definisi tersebut diatas menunjukkan
bahwa sosiologi pendidikan merupakan bagian dari matakuliah-matakuliah
dasar-dasar kependidikan di lembaga pendidikan tenaga kependidikan dan sifatnya
wajib diberikan kepada seluruh peserta didik.
Tujuan sosiologi pendidikan
Francis Broun mengemukakan bahwa sosiologi pendidikan
memperhatikan pengaruh keseluruhan lingkungan budaya sebagai tempat dan cara
individu memproleh dan mengorganisasi pengalamannya. Sedang S. Nasution
mengatakan bahwa sosiologi pendidikan adalah Ilmu yang berusaha untuk
mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan untuk memproleh
perkembangan kepribadian individu yang lebih baik. Dari kedua pengertian dan
beberapa pengertian yang telah dikemukakan dapat disebutkan beberapa konsep
tentang tujuan sosiologi pendidikan, yaitu sebagai berikut:
Sosiologi pendidikan bertujuan menganalisis proses
sosialisasi anak, baik dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Dalam hal
ini harus diperhatiakan pengaruh lingkungan dan kebudayaan masyarakat terhadap
perkembangan pribadi anak. Misalnya, anak yang terdidik dengan baik dalam
keluarga yang religius, setelah dewasa/tua akan cendrung menjadi manusia yang
religius pula. Anak yang terdidik dalam keluarga intelektual akan cendrung
memilih/mengutamakan jalur intlektual pula, dan sebagainya.
Sosiologi pendidikan bertujuan menganalisis perkembangan
dan kemajuan social. Banyak orang/pakar yang beranggapan bahwa pendidikan
memberikan kemungkinan yang besar bagi kemajuan masyarakat, karena dengan
memiliki ijazah yang semakin tinggi akan lebih mampu menduduki jabatan yang
lebih tinggi pula (serta penghasilan yang lebih banyak pula, guna menambah
kesejahteraan social). Disamping itu dengan pengetahuan dan keterampilan yang
banyak dapat mengembangkan aktivitas serta kreativitas social.
Sosiologi pendidikan bertujuan menganalisis status
pendidikan dalam masyarakat. Berdirinya suatu lembaga pendidikan
dalammasyarakat sering disesuaikan dengan tingkatan daerah di mana lembaga
pendidikan itu berada. Misalnya, perguruan tinggi bisa didirikan di tingkat
propinsi atau minimal kabupaten yang cukup animo mahasiswanya serta tersedianya
dosen yang bonafid.
Sosiologi pendidikan bertujuan menganalisis partisipasi
orang-orang terdidik/berpendidikan dalam kegiatan social. Peranan/aktivitas
warga yang berpendidikan / intelektual sering menjadi ukuan tentang maju dan
berkembang kehidupan masyarakat. Sebaiknya warga yang berpendidikan tidak
segan- segan berpartisipasi aktif dalam kegiatan social, terutama dalam
memajukan kepentingan / kebutuhan masyarakat. Ia harus menjadi motor penggerak
dari peningkatan taraf hidup social.
Sosiologi pendidikan bertujuan membantu menentukan
tujuan pendidikan. Sejumlah pakar berpendapat bahwa tujuan pendidikan
nasional harus bertolak dan dapat dipulangkan kepada filsafat hidup bangsa
tersebut. Seperti di Indonesia, Pancasila sebagai filsafat hidup dan
kepribadian bangsa Indonesia harus menjadi dasar untuk menentukan tujuan
pendidikan Nasional serta tujuan pendidikan lainnya. Dinamika tujuan pendidikan
nasional terletak pada keterkaitanya dengan GBHN, yang tiap 5 (lima) tahun
sekali ditetapkan dalam Sidang Umum MPR, dan disesuaikan dengan era pembangunan
yang ditempuh, serta kebutuhan masyarakat dan kebutuhan manusia.
Menurut E. G Payne, sosiologi pendidikan bertujuan utama
memberi kepada guru- guru (termasuk para peneliti dan siapa pun yang terkait
dalam bidang pendidikan) latihan – latihan yang efektif dalam bidang sosiologi
sehingga dapat memberikan sumbangannya secara cepat dan tepat kepada masalah
pendidikan. Menurut pendapatnya, sosiologi pendidikan tidak hanya berkenaan
dengan proses belajar dan sosialisasi yang terkait dengan sosiologi saja,
tetapi juga segala sesuatu dalam bidang pendidikan yang dapat dianalis
sosiologi. Seperti sosiologi yang digunakan untuk meningkatkan teknik mengajar
yaitu metode sosiodrama, bermain peranan (role playing) dan
sebagainya.dengan demikian sosiologi pendidikan bermanfaat besar bagi para
pendidik, selain berharga untuk mengalisis pendidikan, juga bermanfaat untuk
memahami hubungan antara manusia di sekolah serta struktur masyarakat.
Sosiologi pendidikan tidak hanya mempelajari masalah – masalah sosial dalam
pendidikan saja, melainkan juga hal – hal pokok lain, seperti tujuan
pendidikan, bahan kurikulum, strategi belajar, sarana belajar, dan sebagainya.
Sosiologi pendidikan ialah analisis ilmiah atas proses sosial dan pola- pola
sosial yang terdapat dalam sistem pendidikan.
Jika dilihat zaman peradaban yunani pada masa Plato
(427-327 BC), pendidikannya lebih mengutamakan penciptaan manusia sebagai
pemikir, kemudian sebagai ksatria dan penguasa. Pada zaman Romawi, seperti masa
kehidupan Cicero (106-43 BC),2 pendidikan
mengutamakan penciptaan manusia yang hmanistis. Pada abad pertengahan,
pendidikan mengutamakan menjadikan manusia sebagai pengabdi Khalik (baik versi
Islam maupun versi Kristiani). Pada abad pertengahan (1600-an-1800-an),
melahirkan teori Nativisme (Rousseau, 1712-1778), Empirisme oleh Locke
(1632-1704) dan konvergensi oleh Stern (1871-1939). Semuanya cendrung kepada
nilai individu anak sebagai manusia yang memiliki karakteristik yang unik.
Menurut Nasution (1999:2-4) ada beberapa konsep tentang
tujuan Sosiologi Pendidikan, antara lain sebagai berikut:
analisis proses sosiologi (2) analisis kedudukan
pendidikan dalam masyarakat, (3) analisis intraksi social di sekolah dan antara
sekolah dengan masyarakat, (4) alat kemajuan dan perkembangan social, (5) dasar
untuk menentukan tujuan pendidikan, (6) sosiologi terapan, dan (7) latihan bagi
petugas pendidikan.
Konsep tentang tujuan sosiologi pendidikan di atas
menunjukkan bahwa aktivitas masyarakat dalam pendidikan merupakan sebuah proses
sehingga pendidikan dapat dijadikan instrument oleh individu untuk dapat
berintraksi secara tepat di komunitas dan masyarakatnya. Pada sisi yang lain,
sosiologi pendidikan akan memberikan penjelasan yang relevan dengan kondisi
kekinian masyarakat, sehingga setiap individu sebagai anggota masyarakat dapat
menyesuaikan diri dengan pertumbuhan dan perkembangan berbagai fenomena yang
muncul dalam masyarakatnya.
Namun demikian, pertumbuhan dan perkembangan masyarakat
merupakan bentuk lain dari pola budaya yang dibentuk oleh suatu masyarakat.
Pendidikan tugasnya tentu saja memberi penjelasan mengapa suatu fenomena
terjadi, apakah fenomena tersebut merupakan sesuatu yang harus terjadi, dan
bagaimana mengatasi segala implikasi yang bersifat buruk dari berkembangnya
fenomena tersebut, sekaligus memelihara implikasi dari berbagai fenomena yang
ada.
Tujuan sosiologi pendidikan pada dasarnya untuk
mempercepat dan meningkatkan pencapaian tujuan pendidikan secara keseluruhan.
Karena itu, sosiologi pendidikan tidak akan keluar darim uapaya-upaya agar
pencapaian tujuan dan fungsi pendidikan tercapai menurut pendidikan itu
sendiri. Secara universalm tujuan dan fungsi pendidikan itu adalah memanusiakan
manusia oleh manusia yang telah memanusia. Itulah sebabnya system pendidikan
nasional menurut UUSPN No. 2 Tahun 1989 pasal 3 adalah “ untuk mengembangkan
kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia
dalam rangka upaya mewujudkan tujaun nasional”. Menurut fungsi tersebut jelas
sekali bahwa pendidikan diselenggarakan adalan: (1) untuk mengembangkan
kemampuan manusia Indonesia, (2) meningkatkan mutu kehidupan manusia Indonesiam
(3) meningkatkan martabat manusia Indonesia, (4) mewujudkan tujuan nasional
melalui manusia-masusia Indonesia. Oleh karena itu pendidikan diselenggarakan
untuk manusia Indonesia sehingga manusia Indonesia tersebut memiliki kemampuan
mengembangkan diri,mmeningkatkan mutu kehidupan, meninggikan martabat dalam
ragka mencapai tujuan nasional.
Upaya pencapaian tujuan nasional tersebut adalah untuk
menciptakan masyarakat madani, yaitu suatu masyarakat yang berpradaban yang
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang sadar akan hak dan
kewajibannya, demokratis, bertanggungjawab, berdisiplin, menguasai sumber
informasi dalam bidang iptek dan seni, budaya dan agama (Tilaar, 1999). Dengan
demikian proses pendidikan yang berlangsung haruslah menciptakan arah yang
segaris dengan upaya-upaya pencapaian masyarakat madani tersebut.
Menurut pandangan Nurcholis Majid mengemukakan bahwa
masyarakat madani itu adalah masyarakat yang berindikasi seperti termaktub
dalam piagam madinah pada zaman Rasulullah Muhammad SAW (Tilaar, 2000).
Saat ini kita mengalami perubahan yang begitu cepat dan
drastic, sehingga terjadi perubahan nilai dan menciptakan perbedaan dalam
melihat berbagai nilai yang berkembang dalam masyarakat. Menurut Langgulung
(1993:389) “kelompokpertama melihat nilai-nilai lama mulai runtuh sedangkan
nilai-nilai baru belum muncul yntuk menggantikan yang lama, sedang kelompok
kedua melihat keruntuhan nilali-nilai lama itu, tetapi dalam waktu yang
bersamaan dapat melihat bagaimana nilai-nilai lama itu, menyelinap masuk
kedalam nilai-nilai baru dan membantu menegakkannya”.
Perubahan nilai-nilai dalam masyarakat bukan berarti tidak
terperhatikan oleh masyarakat. Namun dalam memperhatikan nilali-nilai yang
berkembang tersebut, arah yang menjadi anutan antara satu masyarakat dengan
masyarakat lainnya tidaklah sama. Tidak semua masyarakat secara terarah
memahami arah dan tujuan hidup secara benar. Arah dan tujuan yang benar menurut
Mulkham (1993:195) adalah “secara garis besar arah dan tujuan hidup manusia
dapat dikelompokkan menjadi tiga tahap. Tahap pertama, mengenai kebenaran,
tahap kedua, memihak kepada kebenaran dan tahap terakhir adalah berbuat ikhsan
secara dan secara individual maupun social yangb terealisasi dalam laku
ibadah”.
Sampai saat ini pendidikan dianggap dapat dijadikan
sebagai sarana yang efektif dalam menyadarkan manusia baik sebagai individu
maupun sebagai anggota komunitas dan masyarakat. Pendidikan akan mengembangkan
kecerdasan dan penguasaan ilmu pengetahuan, pada sisi yang lain agama akan
semakin popular dan terinternalisasi dalam diri setiap pemeluknya, jika
diberikan melalui pendidikan.
Masyarakat sebagai ruang lingkup pembahasan
sosiologi pendidikan
Sosiologi disebut juga sebagai ilmu Masyarakat atau ilmu
yang membicarakan masyarakat., maka perlu diberikan pengertian tentang
masyarakat. Berikut ini adalah pengertian yang diberikan oleh beberapa pakar
sosiologi:
Masyarakat merupakan jalinan hubungan social, dan selalu
berubah. (Mac Iver dan Page).
Masyarakat adalah kesatuan hidup makhluk-makhluk manusia
yang terikat oleh suatu system adat istiadat tertentu. (Koentjaraningkat).
Masyarakat adalah tempat orang-orang hidup bersama yang
menghasilkan kebudayaa. (Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi).
Menurut Soerjono Soekanto, ada 4 (empat) unsure yang
terdapat dalam masyarakat, yaitu:
Adanya manusia yang hidup bersama, (dua atau lebih)
Mereka bercampur untuk waktu yang cukup lama, yang
menimbulkan system komunikasi dan tata cara pergaulan lainnya.
Memiliki kesadaran sebagai satu kesatuan
Merupakan system kehidupan bersama yang menimbulkan
kebudayaan.
Komunitas (communiti) adalah suatu daerah/wilayah
kehidupan social yang ditandai oleh adanya suatu derajat hubungan social
tertentu. Dasar dari suatu komunitas adalah adanya lokasi (unsure tempat) dan
perasaan sekomunitas. (Mac Iver dan Page).
Contohnya: 1). Komunitas yang sangat besar adalah Negara,
persekutuan Negara-negara. 2). Komunitas yang besar, adalah kota, dan 3).
Komunitas kecil adalah desa pertanian, rukun tetangga, dan sebagainya.