Filsafat Ilmu
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Upaya manusia manusia untuk mengetahui tentang Tuhan, alam semesta, lingkungan (baik alamiah maupun sosial), dan dirinya (baik fisik maupun perilakunya) dilakukan melalui kegiatan berfikir, baik secara deduktif maupun induktif. Sudah menjadi kodrat manusia ingin mengetahui segala-galanya. Oleh karena itu manusia selalu bertanya untuk mendapatkan jawabannya. Mengetahui merupakan kenikmatan atau kebahagiaan. Karena manusia bisa mengetahui (dalam arti kata yang lebih dalam: memahami, mengerti, menghayati), maka derajat manusia lebih tinggi daripada binatang, bahkan lebih tinggi daripada malaikat.
Upaya manusia manusia untuk mengetahui tentang Tuhan, alam semesta, lingkungan (baik alamiah maupun sosial), dan dirinya (baik fisik maupun perilakunya) dilakukan melalui kegiatan berfikir, baik secara deduktif maupun induktif. Sudah menjadi kodrat manusia ingin mengetahui segala-galanya. Oleh karena itu manusia selalu bertanya untuk mendapatkan jawabannya. Mengetahui merupakan kenikmatan atau kebahagiaan. Karena manusia bisa mengetahui (dalam arti kata yang lebih dalam: memahami, mengerti, menghayati), maka derajat manusia lebih tinggi daripada binatang, bahkan lebih tinggi daripada malaikat.
Dari pertumbuhan ilmu sejak zaman Yunani Kuno sampai abad modern ini tampak
nyata bahwa ilmu merupakan aktivitas manusia, suatu kegiatan melakukan sesuatu
yang dilaksanakan orang atau lebih tepat suatu rangkaian aktivitas yang
membentuk suatu proses.
Pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu, kepastian dimulai dengan rasa ragu-ragu dan filsafat dimulai dengan keduanya-duanya. Berfilsafat didorong untuk mengetahui apa yang telah kita tahu dan apa yang belum kita tahu. Berfilsafat berarti berendah hati bahwa tidak semuanya akan pernah kita ketahui dalam kesemestaan yang seakan tak terbatas ini. Demikian juga berfilsafat berarti mengoreksi diri, semacam keberanian untuk berterus terang, seberapa jauh sebenarnya kebenaran yang dicari telah kita jangkau.
Pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu, kepastian dimulai dengan rasa ragu-ragu dan filsafat dimulai dengan keduanya-duanya. Berfilsafat didorong untuk mengetahui apa yang telah kita tahu dan apa yang belum kita tahu. Berfilsafat berarti berendah hati bahwa tidak semuanya akan pernah kita ketahui dalam kesemestaan yang seakan tak terbatas ini. Demikian juga berfilsafat berarti mengoreksi diri, semacam keberanian untuk berterus terang, seberapa jauh sebenarnya kebenaran yang dicari telah kita jangkau.
1.2. Perumusan Masalah
Apakah yang dimaksud dengan Filsafat ilmu
Apakah yang dimaksud dengan penelitian ilmiah
Bagaimana peranan filsafat Ilmu dalam kegiatan penelitian ilmiah?
Apakah yang dimaksud dengan Filsafat ilmu
Apakah yang dimaksud dengan penelitian ilmiah
Bagaimana peranan filsafat Ilmu dalam kegiatan penelitian ilmiah?
1.3. Manfaat
? Pembaca dapat memahami pengertian filsafat ilmu
? Pemabaca dapat memahami pengertian penelitian ilmiah
? Pembaca dapat memahami peranan filsafat ilmu dalam kegiatan atau penelitian ilmiah.
? Pembaca dapat memahami pengertian filsafat ilmu
? Pemabaca dapat memahami pengertian penelitian ilmiah
? Pembaca dapat memahami peranan filsafat ilmu dalam kegiatan atau penelitian ilmiah.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Filsafat ilmu
Filsafat ilmu merupakan bagian dari filsafat pengetahuan yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu pengetahuan ilmiah. Ilmu merupakan bagian yang sangat penting dalam penelitian ilmiah. Dengan ilmu kita mendapatkan pengalaman yang baru yang berhubungan dengan penelitian tetapi semua itu harus dengan bukti ilmiah dan hasil yang validitas agar berhubungan dengan penelitian.
Filsafat ilmu pengetahuan di mana logika, bahasa, matematika termasuk menjadi bagiannya lahir pada abad ke-18. Dalam filsafat ilmu pengetahuan diselidiki apa yang menjadi sumber pengetahuan, seperti pengalaman, akal, budi dan intuisi. Diselidiki pula syarat-syarat untuk mencapai pengetahuan ilmiah, batas validitasnya dalam menjangkau apa yang disebut sebagai kenyataan atau kebenaran itu. Dari sini lantas muncul teori empirisme, rasionalisme, Kritisisme. Positivisme, Fenomenologi dan seterusnya. Sejalan dengan itu, masing-masing aliran ini atau disebut juga school of thought, memiliki metodenya sendiri, sehingga metodologi menjadi bagian yang sangat menarik perhatian.
Filsafat ilmu merupakan bagian dari filsafat pengetahuan yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu pengetahuan ilmiah. Ilmu merupakan bagian yang sangat penting dalam penelitian ilmiah. Dengan ilmu kita mendapatkan pengalaman yang baru yang berhubungan dengan penelitian tetapi semua itu harus dengan bukti ilmiah dan hasil yang validitas agar berhubungan dengan penelitian.
Filsafat ilmu pengetahuan di mana logika, bahasa, matematika termasuk menjadi bagiannya lahir pada abad ke-18. Dalam filsafat ilmu pengetahuan diselidiki apa yang menjadi sumber pengetahuan, seperti pengalaman, akal, budi dan intuisi. Diselidiki pula syarat-syarat untuk mencapai pengetahuan ilmiah, batas validitasnya dalam menjangkau apa yang disebut sebagai kenyataan atau kebenaran itu. Dari sini lantas muncul teori empirisme, rasionalisme, Kritisisme. Positivisme, Fenomenologi dan seterusnya. Sejalan dengan itu, masing-masing aliran ini atau disebut juga school of thought, memiliki metodenya sendiri, sehingga metodologi menjadi bagian yang sangat menarik perhatian.
Ilmu secara methodologis ilmu tidak membedakan antara ilmu-ilmu alam dengan
ilmu-ilmu sosial, namun karena masalah teknisi yang bersifat khusus, maka
filsafat ilmu ini sering dibagi menjadi filsafat ilmu-ilmu alam dan filsafat
ilmu-ilmu sosial. Ilmu memang berbeda dari pengetahuan filsafat, namun tidak
ada perbedaan yang prinsip antara ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial, di mana
keduanya mempunyai ciri keilmua yang sama.
2.2. Pengertian kegiatan ilmiah
Jika kita berbicara mengenai ilmu pengetahuan maka yang dimaksud adalah suatu proses yang bertujuan untuk menciptakan pengetahuan. Namun tidaklah semua bentuk pengetahuan dimaksudkan tetapi hanya pengetahuan yang diperoleh dari kegiatan ilmiah atau proses ilmiah. Masing- masing tekhnik tentunya berbeda-beda dan tergantung dari cabang ilmu pengetahuan yang mana yang akan diterapkan. Hal ini dapat dihubungkan dengan metode ilmiah yang seragam sifatnya, dan sejajar dengan hal itu sifat seragam pula kita temukan pada gejala-gejala alamiah. Seandainya keseragaman itu tidak ada, maka tidaklah terdapat kemungkinan untuk melaksanakan pekerjaan ilmiah.
Jika kita berbicara mengenai ilmu pengetahuan maka yang dimaksud adalah suatu proses yang bertujuan untuk menciptakan pengetahuan. Namun tidaklah semua bentuk pengetahuan dimaksudkan tetapi hanya pengetahuan yang diperoleh dari kegiatan ilmiah atau proses ilmiah. Masing- masing tekhnik tentunya berbeda-beda dan tergantung dari cabang ilmu pengetahuan yang mana yang akan diterapkan. Hal ini dapat dihubungkan dengan metode ilmiah yang seragam sifatnya, dan sejajar dengan hal itu sifat seragam pula kita temukan pada gejala-gejala alamiah. Seandainya keseragaman itu tidak ada, maka tidaklah terdapat kemungkinan untuk melaksanakan pekerjaan ilmiah.
Mengenai hakikat dari pengetahuan itu sendiri yang kita usahakan memperolehnya
melalui metode ilmu pengetahuan tidaklah mutlak sifatnya. Popper (1980 : 280)
dalam hubungan ini mengemukakan bahwa cita-cita kuno dari ilmu pengetahuan
untuk memperoleh epitisme yaitu pengetahuan mutlak yang pasti dan terbukti
ternyata merupakan cita-cita belaka. Tuntutan untuk selalu memenuhi
objectivitas ilmiah dengan sendirinya beraarti bahwa tiap-tiap pernyataan
ilmiah harus selalu tetap bersifat sementara.
Ilmu-ilmu seperti teologi, metafisika, dan etika beserta ilmu-ilmu pengetahuan
aksiomatis seperti ilmu pasti dan logika tentunya sangat berhubungan dengan
penelitian ilmiah. Kita tidak bisa hanya berhipotesa sementara tapi harus
melalui penelitian yang ilmiah disertai dengan bukti ilmiah yang mendukung
penelitian seperti sarana berfikir matematika, dan statistika tentunya juga
dengan etika yang baik dan pernyataan yang sesuai dengan logika bukan hanya
praduga sementara atau karangan belaka.
Ada pula Metode ilmiah yang merupakan prosedur atau langkah-langkah sistematis dalam mendapatkan pengetahuan ilmiah atau ilmu. Ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan melalui metode ilmiah. Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu dengan langkah-langkah yang sistematis. Garis besar langkah-langkah sistematis keilmuan menurut Soetriono dan SRDm Rita Hanafie (2007:157) sebagai berikut:
1. Mencari, merumuskan, dan mengidentifikasi masalah.
2. Menyusun kerangka pemikiran (logical construct).
3. Merumuskan hipotesis (jawaban rasional terhadap masalah).
4. Menguji hipotesis secara empirik.
5. Melakukan pembahasan.
6. Menarik kesimpulan.
Ada pula Metode ilmiah yang merupakan prosedur atau langkah-langkah sistematis dalam mendapatkan pengetahuan ilmiah atau ilmu. Ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan melalui metode ilmiah. Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu dengan langkah-langkah yang sistematis. Garis besar langkah-langkah sistematis keilmuan menurut Soetriono dan SRDm Rita Hanafie (2007:157) sebagai berikut:
1. Mencari, merumuskan, dan mengidentifikasi masalah.
2. Menyusun kerangka pemikiran (logical construct).
3. Merumuskan hipotesis (jawaban rasional terhadap masalah).
4. Menguji hipotesis secara empirik.
5. Melakukan pembahasan.
6. Menarik kesimpulan.
Tiga langkah pertama merupakan metode penelitian, sedangkan langkah-langkah
selanjutnya bersifat teknis penelitian. Dengan demikian maka pelaksanaan
penelitian menyangkut dua hal, yaitu hal metode dan hal teknis penelitian.
Namun secara implisit metode dan teknik melarut di dalamnya. Mencari,
merumuskan dan mengidentifikasi masalah, yaitu menetapkan masalah penelitian,
apa yang dijadikan masalah penelitian dan apa obyeknya. Menyatakan obyek
penelitian saja masih belum spesifik, baru menyatakan pada ruang lingkup mana
penelitian akan bergerak. Sedangkan mengidentifikasi atau menyatakan masalah yang
spesifik dilakukan dengan mengajukan pertanyaan penelitian , yaitu pertanyaan
yang belum dapat memberikan penjelasan yang memuaskan berdasarkan teori yang
ada. Misalnya menurut teori dinyatakan bahwa tidak semua orang akan bersedia
menerima suatu inovasi, sebab ada golongan penolak inovasi. Tetapi pada
kenyataannya terdapat inovasi yang mudah diterima sehingga tidak mungkin ada
golongan yang menolaknya. Oleh karena itu pertanyaan penelitiannya dapat
diidentifikasikan pada situasi mana atau pada kondisi mana tidak ada golongan
laggard. Dengan mengidentifikasi situasi atau kondisi yang memungkinkan atau
tidak memungkinkan secara lebih lanjut berarti telah merumuskan masalah
penelitian.
2.3. Peranan filsafat ilmu dalam kegiatan ilmiah
Filsafat Ilmu menurut Beerling (1988:1-4) adalah penyelidikan tentang ciri-ciri mengenai pengetahuan ilmiah dan cara-cara untuk memperoleh pengetahuan. Filsafat ilmua erat kaitannya dengan filsafat pengetahuan atau epistemologi, yang secara umum menyelidiki syarat-syarat serta bentuk-bentuk pengalaman manusia, juga mengenai logika dan metodologi. Untuk menetapkan dasar pemahaman tentang filsafat ilmu maka Cony (M. Zainuddin 2006:21-22) menjelaskan empat titik pandang dalam filsafat ilmu:
Filsafat Ilmu menurut Beerling (1988:1-4) adalah penyelidikan tentang ciri-ciri mengenai pengetahuan ilmiah dan cara-cara untuk memperoleh pengetahuan. Filsafat ilmua erat kaitannya dengan filsafat pengetahuan atau epistemologi, yang secara umum menyelidiki syarat-syarat serta bentuk-bentuk pengalaman manusia, juga mengenai logika dan metodologi. Untuk menetapkan dasar pemahaman tentang filsafat ilmu maka Cony (M. Zainuddin 2006:21-22) menjelaskan empat titik pandang dalam filsafat ilmu:
(1) filsafat ilmu adalah
perumusan world view yang konsisten dengan teori-teori ilmiah yang penting.
(2) filsafat ilmu adalah eksposisi dari presupposition dan pre-disposition dari para ilmuwan;
(3) filsafat ilmu adalah suatu disiplin ilmu yang di dalamnya terdapat konsep dan teori tentang ilmu yang dianalisis dan diklasifikasikan;
(4) filsafat ilmu merupakan suatu patokan tingkat kedua,
(2) filsafat ilmu adalah eksposisi dari presupposition dan pre-disposition dari para ilmuwan;
(3) filsafat ilmu adalah suatu disiplin ilmu yang di dalamnya terdapat konsep dan teori tentang ilmu yang dianalisis dan diklasifikasikan;
(4) filsafat ilmu merupakan suatu patokan tingkat kedua,
filsafat ilmu menuntut
jawaban terhadap pertanyaan sebagai berikut:
(a) karakteristik apa yang membedakan penyelidikan ilmiah dari tipe penyelidikan lain.
(b) kondisi yang bagaimana yang patut dituruti oleh para ilmuwan dalam penyelidikan alam
(c) kondisi yang bagaimana yang harus dicapai bagi suatu penjelasan ilmiah agar menjadi benar
(d) status kognitif yang bagaimana dari prinsip dan hukum ilmiah.
(a) karakteristik apa yang membedakan penyelidikan ilmiah dari tipe penyelidikan lain.
(b) kondisi yang bagaimana yang patut dituruti oleh para ilmuwan dalam penyelidikan alam
(c) kondisi yang bagaimana yang harus dicapai bagi suatu penjelasan ilmiah agar menjadi benar
(d) status kognitif yang bagaimana dari prinsip dan hukum ilmiah.
Filsafat ilmu menurut Roento Wibisono (1988:6) sebagai kelanjutan dari
perkembangan filsafat pengetahuan, adalah juga merupakan cabang filsafat. Ilmu
yang objek sasarannya adalah ilmu, atau secara populer disebut dengan ilmu
tentang ilmu. Dalam perkembangan selanjutnya pada tahap sekarang ini filsafat
ilmu juga mengarahkan pandangannya pada strategi pengembangan ilmu, yang
menyangkut juga etik dan heuristic, bahkan sampai pada dimensi kebudayaan untuk
menangkap arti dan makna bagi kehidupan umat manusia.
Tiap-tiap pengetahuan memiliki tiga komponen yang merupakan tiang penyangga tubuh pengetahuan yang disusunnya. Komponen tersebut adalah ontologi, epistemologi dan aksiologi. Ontologi menjelaskan mengenai pertanyaan apa, epistemologi menjelaskan pertanyaan bagaimana dan aksiologi menjelaskan pertanyaan untuk apa. Ontologi merupakan salah satu di antara lapangan-lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno. Sejak dini pikiran barat sudah menunjukkan munculnya perenungan ontologisme, sebagaiamana Thales ketika ia merenungkan dan mencari apa sesungguhnya hakikat yang ada (being) itu, yang pada akhirnya ia berkesimpulan, bahwa asal usul dari segala sesuatu (yang ada) itu adalah air.
Pada dasarnya metode ilmiah merupakan cara ilmu memperoleh dan menyusun tubuh pengetahuannya berdasarkan pertama, kerangka pemikiran yang bersifat logis dengan argumentasi yang bersifat konsisten dengan pengetahuan sebelumnya yang telah berhasil disusun; kedua,imenjabarkan hipotesis yang merupakan deduksi dari kerangka pemikiran tersebut, dan ketiga melakukan verifikasi terhadap hipotesis tersebut untuk menguji kebenaran pernyataannya secara faktual.
Kerangka pemikiran yang logis adalah argumentasi yang bersifat rasional dalam mengembangkan penjelasan terhadap fenomena alam. Verifikasi secara empirik berarti evaluasi secara objektif dari suatu pernyataan hipotesis terhadap kenyataan faktual. Ini berarti bahwa ilmu terbuka untuk kebenaran lain, selain yang terkandung dalam hipotesis. Demikian juga verifikasi faktual terbuka atas kritik terhadap kerangka pemikiran yang mendasari pengajuan hipotesis. Befikir ilmiah berbeda dengan kepercayaan religius yang memang didasarkan atas kepercayaan dan keyakinan, tetapi dalam cara berfikir ilmiah didasarkan atas dasar prosedur ilmiah. Secara garis besar terdapat dua aliran pokok dalam epistemologi, yaitu rasionalisme dan empirisme, yang pada gilirannya kemudian muncul beberapa isme lain, misalnya: rasionalisme kritis (kritisisme),fenomenalisme, intuitisme dan positivisme.
Pertanyaan mengenai aksiologi menurut Kattsoff (1987:331) dapat dijawab melalui tiga cara. Pertama, nilai sepenuhnya berhakikat subjektif. Ditinjau dari sudut pandang ini, nilai-nilai itu merupakan reaksi-reaksi yang diberikan oleh manusia sebagai pelaku dan keberadaannya tergantung kepada pengalaman mereka. Kedua, nilai-nilai merupakan kenyataan ditinjau dari segi ontologisme namun tidak terdapat dalam ruang dan waktu. Nilai-nilai tersebut merupakan esensi logis dan diketahui melalui akal. Pendirian ini dinamakan objektivisme logis. Ketiga, nilai-nilai merupakan unsur-unsur objektif yang menyusun kenyataan, yang demikian ini disebut objektivisme metafisik.
Dalam pendekatan aksiologis ini, Jujun (1986:60) menyebutkan, bahwa pada dasarnya ilmu harus digunakan dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan manusia. Dalam hal ini maka ilmu menurutnya dapat dimanfaatkan sebagai sarana atau alat dalam meningkatkan taraf hidup manusia dengan memperhatikan kodrat dan martabat manusia serta kelestarian atau keseimbangan alam. Untuk kepentingan manusia tersebut maka pengetahuan ilmiah yang diperoleh dan disusun dipergunakan secara komunal dan universal. Komunal berarti, bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang menjadi milik bersama, setiap orang berhak memanfaatkan ilmu menurut kebutuhannya sesuai dengan komunisme. Universal berarti bahwa ilmu tidak mempunyai konotasi parokial seperti ras, ideologi atau agama. Tidak ada ilmu Barat dan tidak ada ilmu Timur.
Metode penelitian juga sangat berpengaruh dalam penelitian seperti metode kualitatif dan kuantitatif yang bayak digunakan peneliti dalam pembuatan karya ilmiah atau kegiatan ilmiah.Penelitian kuantitatif adalah penelitian ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena serta hubungan-hubungannya. Tujuan penelitian kuantitatif adalah mengembangkan dan menggunakan model-model matematis, teori-teori dan/atau hipotesis yang berkaitan dengan fenomena alam. Proses pengukuran adalah bagian yang sentral dalam penelitian kuantitatif karena hal ini memberikan hubungan yang fundamental antara pengamatan empiris dan ekspresi matematis dari hubungan-hubungan kuantitatif. Sedangkan penelitian kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden, dan melakukan studi pada situasi yang alami (Creswell, 1998:15). Bogdan dan Taylor (Moleong, 2007:3) mengemukakan bahwa metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.
BAB III
PENUTUP
Tiap-tiap pengetahuan memiliki tiga komponen yang merupakan tiang penyangga tubuh pengetahuan yang disusunnya. Komponen tersebut adalah ontologi, epistemologi dan aksiologi. Ontologi menjelaskan mengenai pertanyaan apa, epistemologi menjelaskan pertanyaan bagaimana dan aksiologi menjelaskan pertanyaan untuk apa. Ontologi merupakan salah satu di antara lapangan-lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno. Sejak dini pikiran barat sudah menunjukkan munculnya perenungan ontologisme, sebagaiamana Thales ketika ia merenungkan dan mencari apa sesungguhnya hakikat yang ada (being) itu, yang pada akhirnya ia berkesimpulan, bahwa asal usul dari segala sesuatu (yang ada) itu adalah air.
Pada dasarnya metode ilmiah merupakan cara ilmu memperoleh dan menyusun tubuh pengetahuannya berdasarkan pertama, kerangka pemikiran yang bersifat logis dengan argumentasi yang bersifat konsisten dengan pengetahuan sebelumnya yang telah berhasil disusun; kedua,imenjabarkan hipotesis yang merupakan deduksi dari kerangka pemikiran tersebut, dan ketiga melakukan verifikasi terhadap hipotesis tersebut untuk menguji kebenaran pernyataannya secara faktual.
Kerangka pemikiran yang logis adalah argumentasi yang bersifat rasional dalam mengembangkan penjelasan terhadap fenomena alam. Verifikasi secara empirik berarti evaluasi secara objektif dari suatu pernyataan hipotesis terhadap kenyataan faktual. Ini berarti bahwa ilmu terbuka untuk kebenaran lain, selain yang terkandung dalam hipotesis. Demikian juga verifikasi faktual terbuka atas kritik terhadap kerangka pemikiran yang mendasari pengajuan hipotesis. Befikir ilmiah berbeda dengan kepercayaan religius yang memang didasarkan atas kepercayaan dan keyakinan, tetapi dalam cara berfikir ilmiah didasarkan atas dasar prosedur ilmiah. Secara garis besar terdapat dua aliran pokok dalam epistemologi, yaitu rasionalisme dan empirisme, yang pada gilirannya kemudian muncul beberapa isme lain, misalnya: rasionalisme kritis (kritisisme),fenomenalisme, intuitisme dan positivisme.
Pertanyaan mengenai aksiologi menurut Kattsoff (1987:331) dapat dijawab melalui tiga cara. Pertama, nilai sepenuhnya berhakikat subjektif. Ditinjau dari sudut pandang ini, nilai-nilai itu merupakan reaksi-reaksi yang diberikan oleh manusia sebagai pelaku dan keberadaannya tergantung kepada pengalaman mereka. Kedua, nilai-nilai merupakan kenyataan ditinjau dari segi ontologisme namun tidak terdapat dalam ruang dan waktu. Nilai-nilai tersebut merupakan esensi logis dan diketahui melalui akal. Pendirian ini dinamakan objektivisme logis. Ketiga, nilai-nilai merupakan unsur-unsur objektif yang menyusun kenyataan, yang demikian ini disebut objektivisme metafisik.
Dalam pendekatan aksiologis ini, Jujun (1986:60) menyebutkan, bahwa pada dasarnya ilmu harus digunakan dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan manusia. Dalam hal ini maka ilmu menurutnya dapat dimanfaatkan sebagai sarana atau alat dalam meningkatkan taraf hidup manusia dengan memperhatikan kodrat dan martabat manusia serta kelestarian atau keseimbangan alam. Untuk kepentingan manusia tersebut maka pengetahuan ilmiah yang diperoleh dan disusun dipergunakan secara komunal dan universal. Komunal berarti, bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang menjadi milik bersama, setiap orang berhak memanfaatkan ilmu menurut kebutuhannya sesuai dengan komunisme. Universal berarti bahwa ilmu tidak mempunyai konotasi parokial seperti ras, ideologi atau agama. Tidak ada ilmu Barat dan tidak ada ilmu Timur.
Metode penelitian juga sangat berpengaruh dalam penelitian seperti metode kualitatif dan kuantitatif yang bayak digunakan peneliti dalam pembuatan karya ilmiah atau kegiatan ilmiah.Penelitian kuantitatif adalah penelitian ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena serta hubungan-hubungannya. Tujuan penelitian kuantitatif adalah mengembangkan dan menggunakan model-model matematis, teori-teori dan/atau hipotesis yang berkaitan dengan fenomena alam. Proses pengukuran adalah bagian yang sentral dalam penelitian kuantitatif karena hal ini memberikan hubungan yang fundamental antara pengamatan empiris dan ekspresi matematis dari hubungan-hubungan kuantitatif. Sedangkan penelitian kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden, dan melakukan studi pada situasi yang alami (Creswell, 1998:15). Bogdan dan Taylor (Moleong, 2007:3) mengemukakan bahwa metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Filsafat ilmu perlu didekati secara historis-kronologis untuk menagkap struktur prosesialnya dan secara sistematik-filosofis untuk menagkap struktur esensialnya. Struktur prosesial mencakup Sembilan langkah sistematik yaitu: Tahap Pra Penelitian (identifiksi masalah, penetapan tujuan penelitian/tercapainya ilmu, instrospeksi dan skeptif). Tahap Proses Penelitian (tahap ontologisme dasar/asumsi dasar). Tahap Epistemologis (metodologi/sarana dan cara mencapai ilmu, penyimpulan, aplikasi ilmu praksis dan tercapainya sebagai pembuktian dan ilmu final). Tahap Akhir (tercapainya kebahagiaan abadi). Metode penelitian menurut metode ilmiah sebagai prosedur atau langkah-langkah teratur yang sistematis dalam menghimpun pengetahuan untuk dijadikan ilmu yang meliputi masalah, kerangka pemikiran, hipotesis, uji hipotesis, pembahasan dan kesimpulan.